Thursday, September 2, 2010

Mawar Pertama dan Terakhirku

Seperti kebanyakan gadis belia, aku selalu memimpikan seorang pria yang mengirimkan bunga. Aku tidak pernah lupa ketika impian ini mewujud. Bungaku bukan dikirim oleh seorang pengantar bunga, tetapi oleh kekasihku, Terry. Malah sebenarnya, dia menyembunyikannya di dalam lemari penyimpananku di sekolah pada hari Valentine. Aku tidak pernah lupa betapa geli rasanya ketika aku mencium wajahnya yang memerah.

Di tahun-tahun berikutnya, Terry mengirim begitu banyak bunga ketika cinta kami merebak. Tetapi, setelah tujuh tahun pacaran, dan tujuh thaun pernikahan, aku tidak lagi menerima bunga-bunganya. Bukan karena alasan yang menyedihkan, bukan karena alasan keuangan, tetapi untuk menandai kenangan berharga kami.

Ketika aku menggendong bayi perempuan kami yang cantik, yang baru lahir, Savannah, seorang perawat berjalan memasuki ruang perawatanku membawa seikat bunga yang indah, selusin mawar merah muda yang sempurna. Aku pikir dia telah melakukan kesalahan. Bunga-bunga itu pasti bukan untukku. Aku belum pernah menerima selusin mawar sekaligus, dan warnanya juga keliru. Mawar dari Terry selalu merah, tidak pernah merah muda.

Ketika aku membaca kartunya, jelas itu tulisan tangan suamiku. Kata-katanya akan selamanya tertanam di hatiku:
Untuk Gadis-Gadisku yang Cantik
Aku sangat mencintai kalian berdua
Terry
(Maksudku, Ayah!)

Aku tersenyum pada tambahan katanya, Ayah. Seperti mawar yang beralih dari merah ke merah muda dan tanda tangannya dari Terry menjadi ayah, cinta kami tidak lagi hanya untuk kami berdua. Sekarang cinta kami dapat dilihat pada makhluk indah yang meringkuk dalam gendonganku.

Biasanya, bersama perubahan datang pula ketidak-pastian dari hal-hal yang masih asing. Sejak masa pacaran remaja, kami selalu tahu bahwa anak-anak akan dilibatkan ke dalam hidup bersama kami.

Memandang kata Ayah, air mataku mulai mengalir. Sebelumnya aku mengalami keguguran yang mematahkan hati, kunjungan tanpa akhir ke berbagai dokter, pemeriksaan yang tak habis-habisnya, dan obat-obatan yang melumpuhkan. Semua ini tidak lagi menjadi pengorbanan yang penting dibandingkan kehormatan yang dikandung dalam sebuah kata yang terdiri dari empat huruf yang ditulis oleh Terry. Pria yang tampan ini telah berdoa bersamaku ketika aku memintanya untuk meninggalkan aku karena aku tidak bisa memberinya anak. Dia berkata bahwa kami akan selalu bisa memungut anak, tetapi dia tidak bisa memungutku.

Mengintip ke ruang perawatanku, wajah memerah suamiku mengingatkanku pada remaja pemalu yang telah mencuri hatiku pada hari Valentine empat belas tahun yang lalu. Ketika sekali lagi aku mencium wajahnya serta wajah cantik bulat putri kami. Aku tersenyum memikirkan bahwa selusin mawar pertama Savannah datang dari ayahnya. Itu adalah selusin mawar pertama bagi Savannah dan ibunya. Tetapi yang lebih penting, itu adalah pertama kalinya Terry terberkati untuk menulis empat huruf yang sangat berharga-Ayah.

Kenangan yang berharga ini tidak perlu dibekukan dalam waktu, karena akan selalu menghangatkan sebuah tempat yang istimewa di dalam hatiku, untuk selamanya.

Pada hari Valentine, dan peristiwa-peristiwa khusus lain, toko bunga sibuk menyusun rangkaian bunga mereka, terutama mawar. Bagaimanapun, Anda tidak akan pernah menemukan mereka merangkai bunga untukku. Aku telah menerima mawar-mawar terindah pada hari yang pakling sempurna di dalam hidupku.

Apa lagi yang bisa diinginkan oleh seorang perempuan?
Mengapa aku harus mengacaukan sebuah kesempurnaan?


By: Stephanie Ray Brown

1 comment: