Ada perbedaan yang sangat mendasar antara Facebook dan Twitter. Twitter walaupun bentuknya lebih sederhana tapi dari segi ‘System Dynamic’ dia memiliki Kompleksitas yang lebih tinggi. Teknologi Facebook hakekatnya masih ditengah-tengah antara teknologi Web 1.0 dengan Web 2.0 Sedangkan Twitter sudah lebih dari itu malahan mungkin diantara Web 2.0 dengan Web 3.0 Facebook hanya memiliki kemampuan ‘Transfer of Information’ sedangkan Twitter lebih dari itu yakni ‘Transfer of Knowledge atau Knowledge Transfer’. Hakekat dari pada Knowledge Transfer adalah Contextual Learning yang mana pada era Web 2.0 ‘Context is the King’. Sehingga kita para users Twitter dituntut ‘user experience’nya lebih tinggi atau ‘experience rich’ atau ‘kasarnya disuruh lebih belajar’.
Inilah masalahnya di Indonesia saat ini karena para ‘users’ terbuai oleh iklan-iklan ‘devices’ yang canggih-canggih maka dalam konteks penggunaan alat-alat ICT tidak lagi terjadi ‘digital gap atau digital divide’ tapi terjadi gap antara ‘e’ (aspek device) dengan ‘learning’ (aspek human learning) (silahkan mempelajari Link http://mobeeknowledge.ning.com/forum/topics/not-digital-divide-but-el – ‘NOT “DIGITAL DIVIDE”, BUT “E-L DIVIDE” IS OUR MAIN CONCERN’). Kita lihat saja untuk mempelajari Twitter, lebih banyak pedoman atau guides yang dikeluarkan dan tidak semudah Facebook untuk para usersnya. Sebagai tambahan, pada ‘System Dynamic’ dimana users plus Twitter sebagai Social Platform merupakan suatu entitas (kesatuan) ‘Complex Adaptive System’ (CAS). Ciri CAS ialah memiliki kemampuan ‘Emergent Properties’ yakni sifat atau perilaku yang mendadak muncul yang sebelumnya tidak terprediksikan. Dalam hal Twitter dibanding Facebook kemampuan ini akan menonjol, contohnya aplikasi-aplikasi yang ‘generated’ oleh Twitter lebih banyak dan ‘membikin ketagihan’ usernya.
Sebagai contoh salah satunya adalah Tweetdeck yang saya pakai merupakan tool yang sangat komprehensif mengemban ’amanat’ Web 2.0 sehingga lebih memudahkan dampak ‘viral effect’ . Dibawah ini beberapa contoh dimana Tweeting saya di Re-Tweet dan di@kan oleh pihak lain secara beranting mengakibatkan ‘viral effect’ :
• RT @toughloveforx @md_santo Road Mapping The Implications In Treating Knowledge as Subject http://tinyurl.com/ya6uswl #revolutionizescience
• QB Youth Innovative & Creative Ideas. Next on the agenda: Citizen Journalism http://ilnk.me/aa
• @Md_Santo Readings on HR+Business Process in KM – http://tinyurl.com/nx7r8e #HR + #KM to improve #education and #revolutionizescience via @md_santo
Untuk menyaingi Twitter, maka Facebook Lite harus memiliki ‘output’ yang disebut ‘Maximum Effective Complexity’nya harus lebih tinggi daripada Twitter dan ‘outcome’ yang harus terbukti lebih ‘rich experience’ bagi ‘usernya’ dalam bentuk kemungkinan-kemungkinan lebih kaya akan “contextually-based interactions – personalised- user-driven social computing – social networking – active collaboration – dynamic participation – interaction online – low cost and open source – spontaneous and self-organizing”
Md Santo
• Knowledge Management konsultan & facilitator
• URL http://mobeeknowledge.ning.com (saat kini 322 members dari 22 negara)
• Follow me on Twitter : http://twitter.com/md_santo
• Connect with me on Linkedin : http://www.linkedin.com/in/bluemoonmobee
• Add me as a friend on Facebook : http://www.facebook.com/profile.php?id=566704069&ref=profile
Sumber: http://informasiteknologi.com/
Inilah masalahnya di Indonesia saat ini karena para ‘users’ terbuai oleh iklan-iklan ‘devices’ yang canggih-canggih maka dalam konteks penggunaan alat-alat ICT tidak lagi terjadi ‘digital gap atau digital divide’ tapi terjadi gap antara ‘e’ (aspek device) dengan ‘learning’ (aspek human learning) (silahkan mempelajari Link http://mobeeknowledge.ning.com/forum/topics/not-digital-divide-but-el – ‘NOT “DIGITAL DIVIDE”, BUT “E-L DIVIDE” IS OUR MAIN CONCERN’). Kita lihat saja untuk mempelajari Twitter, lebih banyak pedoman atau guides yang dikeluarkan dan tidak semudah Facebook untuk para usersnya. Sebagai tambahan, pada ‘System Dynamic’ dimana users plus Twitter sebagai Social Platform merupakan suatu entitas (kesatuan) ‘Complex Adaptive System’ (CAS). Ciri CAS ialah memiliki kemampuan ‘Emergent Properties’ yakni sifat atau perilaku yang mendadak muncul yang sebelumnya tidak terprediksikan. Dalam hal Twitter dibanding Facebook kemampuan ini akan menonjol, contohnya aplikasi-aplikasi yang ‘generated’ oleh Twitter lebih banyak dan ‘membikin ketagihan’ usernya.
Sebagai contoh salah satunya adalah Tweetdeck yang saya pakai merupakan tool yang sangat komprehensif mengemban ’amanat’ Web 2.0 sehingga lebih memudahkan dampak ‘viral effect’ . Dibawah ini beberapa contoh dimana Tweeting saya di Re-Tweet dan di@kan oleh pihak lain secara beranting mengakibatkan ‘viral effect’ :
• RT @toughloveforx @md_santo Road Mapping The Implications In Treating Knowledge as Subject http://tinyurl.com/ya6uswl #revolutionizescience
• QB Youth Innovative & Creative Ideas. Next on the agenda: Citizen Journalism http://ilnk.me/aa
• @Md_Santo Readings on HR+Business Process in KM – http://tinyurl.com/nx7r8e #HR + #KM to improve #education and #revolutionizescience via @md_santo
Untuk menyaingi Twitter, maka Facebook Lite harus memiliki ‘output’ yang disebut ‘Maximum Effective Complexity’nya harus lebih tinggi daripada Twitter dan ‘outcome’ yang harus terbukti lebih ‘rich experience’ bagi ‘usernya’ dalam bentuk kemungkinan-kemungkinan lebih kaya akan “contextually-based interactions – personalised- user-driven social computing – social networking – active collaboration – dynamic participation – interaction online – low cost and open source – spontaneous and self-organizing”
Md Santo
• Knowledge Management konsultan & facilitator
• URL http://mobeeknowledge.ning.com (saat kini 322 members dari 22 negara)
• Follow me on Twitter : http://twitter.com/md_santo
• Connect with me on Linkedin : http://www.linkedin.com/in/bluemoonmobee
• Add me as a friend on Facebook : http://www.facebook.com/profile.php?id=566704069&ref=profile
Sumber: http://informasiteknologi.com/
0 komentar:
Post a Comment