Wednesday, August 3, 2011

Ketabahan yang Siap Pakai

Pada musim panas 1991, aku berlibur di Irlandia bersama suamiku. Sebagaimana lazimnya wisatawan Amerika, tentu saja kami mengunjungi Puri Blarney. Dan dengan sendirinya jika kita mengunjungi Puri Blarney, kita mencium Batu Blarney. Nah, untuk bisa sampai di tempat Batu Blarney, terlebih dulu aku harus mendaki sejumlah anak tangga yang sempit. Suda dari "sononya" aku takut berada di tempat yang tinggi dan terlebih-lebih lagi di ruangan sempit. Karenanya aku menyuruh suamiku naik dulu sendiri kemudian memberitahukan apakah menurut dia aku mampu melakukannya atau tidak. Ketika ia sudah kembali, aku bertanya, "Nah, bagaimana pendapatmu? Mampukah aku, menurutmu?" Sebelum suamiku sempat menjawab, dua wanita yang sudah berumur lanjut datang menghampiri dan berkata, "Jika kami saja sanggup, Anda pasti juga mampu!" aku pun melakukannya, dan aku mencium Batu Blarney!

Sekitar satu bulan sekembali dari Irlandia, aku diberitahu bahwa aku mengidap penyakit kanker payudara. Aku memerlukan perawatan dan kemoterapi. Dokter yang menangani berkewajiban memberitahukan segala hal yang bisa terjadi padaku sebagai dampak samping kemoterapi. Ia mengatakan bahwa ada kemungkinan rambutku rontok. Ditambah munta-muntah, mencret, demam tinggi, kejang rahang, dan sebagainya. Kemudian ia bertanya, "Anda sudah siap untuk mulai?" Siap? Setelah mendengar segala yang dipaparkannya itu?

Perasaanku menjadi semakin tidak menentu, sangat gelisah, dan ketakutan, ketika aku dengan ditemani suamiku duduk di ruang tunggu, menanti giliran untuk menjalani perawatan. Aku berpaling ke suamiku dan bertanya, "Menurutmu, mampukah aku menjalaninya?" Berhadapan dengan kami, duduk dua wanita lanjut usia yang baru saja selesai menjalani kemoterapi. Suamiku mengenggam tanganku dan berkata, "Ini akan persis sama seperti ketika di Puri Blarney. Jika mereka berdua bisa, kau pasti mampu!" Dan ternyata memang  begitu.

Tahukah apa yang benar-benar hebat tentang ketabahan? Ketabahan muncul apabila kita memerlukannya!

Dikutip dari A Cup of Chicken Soup for The Soul
by Maureen Corral

0 komentar:

Post a Comment