"Cinta yang mentah mengatakan: Aku mencintaimu karena aku membutuhkanmu. Cinta yang matang mengatakan: Aku membutuhkanmu karena aku mencintaimu."
(Erich Fromm)
Panci yang lebih besar, yang telah digunakan selama sepuluh tahun pernikahanku, mencerminkan citraku yang kusam, tanpa bentuk yang pasti. Dulu, wajahku seperti panci yang lebih kecil. Tiba-tiba aku ingat komentar seorang perempuan yang telah lama menikah di malam hari sebelum hari pernikahanku; "Kalau saja aku bisa menikah lagi sehingga bisa mendapatkan semua handuk dan panci baru.""Pastilah menyenangkan memulai dengan semua barang baru." Seakan-akan pria yang mereka nikahi itu tidaklah cukup sebagai hadiah.
Tentu saja, karena sekarang aku telah menikah dalam waktu yang dianggap cukup panjang untuk zaman sekarang, sekali-kali aku ingin menerima barang baru. Tetapi sebagian besar barang yang kumiliki masih bisa bekerja dengan baik, bahkan jika mereka sudah agak tua - terutama suamiku, dan aku harap dia berpikir yang sama tentang aku.
Baru-baru ini aku membaca sebuah artikel tentang terapis yang menganggap lembaga pernikahan telah menjadi begitu kuno. Dia bukan orang pertama yang berpendapat seperti itu, dan jelas bukan yang terakhir. Mereka mengatakan, bukan saja perempuan dapat menyangga dirinya sendiri dalam hal keuangan, tetapi isu-isu mobilitas di zaman modern merumitkan kemampuan pasangan untuk tetap bersama. Pesan yang tersirat dalam pernyataan itu bahwa jika sesuatu yang kita miliki sudah tidak segar lagi, belilah yang baru; lebih murah membeli yang baru daripada memperbaiki atau memelihara yang lama.
Kaki melebar. Perut menggendut. Mulanya satu, kemudian beberapa uban mewarnai rambut keriting hitam suamiku. Aku tidak lagi pengantin yang cantik, juga tidak rapi lagi. Kami sudah lelah menyiapkan makan, merawat anak-anak, membayar tagihan, mencuci piring, dan di ujung hari, sedikit waktu yang tersisa untuk satu sama lain. Oh, tetapi hidup kami bergitu berlimpah. Aku memperhatikan suamiku menyusun kata-kata di dalam buku-buku cerita dan memancing banyak pembaca. Dia melihatku menangani rincian dari kehidupan sehari-hari kami dan dia ingat ketika aku hanya sanggup menyelesaikan beberapa rencana di dalam jadwalku.
Aku bersedih untuk saat-saat sendirian, tetapi menikmati saat-saat yang dipenuhi anak-anak dan aktivitas dan kelelahan. Siapa yang telah menemaniku melahirkan? Siapa yang tidak menjauhkan diri dari tanggung jawab membesarkan anak kembar yang kadang-kadang terlalu berat? Dan bukankah aku juga berdiri di sisinya ketika kesulitan bisnis keluarganya menyusupi rumah kami?
Bisa saja kami menjauhkan diri dari semuanya itu-menemukan sedikit romansa dengan orang baru yang tidak terlibat di dalam sejarah bersama kami. Sama seperti kehidupan sehari-hari menyebabkan keausan pada panci-panci, dia juga sama beratnya bagi sebuah hubungan cinta jangka panjang. Kami merindukan sebuah dunia yang jauh dari semua itu, tetapi, dunia seperti itu hanyalah ilusi. Setiap hubungan baru yang bermakna pada akhirnya akan menjadi sebuah hubungan lama.

Panci-panci lamaku tidak kuno dan sia-sia, begitu pula pernikahanku.
By: Trina Lambert
Sumber: Chicken Soup for the Soul: Love Stories
0 komentar:
Post a Comment